Lola seorang siswa SLTP swasta. Hari ini adalah hari
pertama tahun keduanya. “La, kita sudah nggak sekelas lagi!”, keluh sahabatnya
Riva.
“Iya... sayang sekali! Eh, di kelasku kita lumayan banyak
lho! Gimana kalian?”, Lola menyahuti.
“Enak, donk! Tau nggak? Walaupun kami anak lama, tapi malah
kami yang seperti buangan! Aku nggak mau! Aku mau kita sekelas?”, lanjut Riva.
“Aduh gimana yach...? aku ju ga! Tapi...”, Lola lagi.
Awalnya mantan 1-A masih berkumpul. Lama-kelamaan mere ka
mulai berbaur. Walaupun begitu, mereka mantan 1-A masih kompak. Lola seorang
anak yang cukup bandal. Tak jarang dia menjadi biang keributan di kelasnya. Padahal
sebangkunya cewek pendiam bernama Yana. Anak cowok di kelasnya juga suka
menggodanya, sampai akhirnya mereka kejar-kejaran.
Lola gemas melihat Dean. Berkali-kali Dean menggodanya. Dia
melihat celah balas dendam. Dean disuruh guru membagi kertas ujian. Lola memasang
kuda-kuda menanti kedatangannya. Begitu Dean lewat, seketika itu juga dia melepaskan
pukulan penuh kekuatan ke perutnya tanpa ragu. Setelah merasa puas Lola melihat
wajahnya.
Lola terkejut, “Maaf, maaf? Ku kirain Dean.”, pintanya. Ternyata,
dia Revin! Dia man tan 1-B. Lola mengenal salah seorang fansnya. Dia malu
sekali.
“Aduh! Eh, aku nggak apa kok.”, Revin menahan rasa sakit, lalu
pergi.
Lola merasa dirinya be lum dimaafkan. Lola terus
mengamat-amati Revin. Tanpa sadar Lola mulai menyukai Revin. Tampaknya Revin
juga. Karena kejadian itu mereka mulai akrab. Revin mendapat pengakuan dari
beberapa penggemar Lola. Ketika baru masuk SLTP saat pulang sekolah Lola pernah
dijegat segerombolan anak cowok yang mencoba menggodanya. Lola hanya cuek,
untung mereka tidak begitu ngotot. Melihat Lola yang cukup terkenal membuat
Revin ciut...
***
Wah-wah, di sekolah heboh dengan gosip ‘Roto
suka sama Riva’! Lola tidak bi sa tinggal diam. Apalagi dia belum lama ini
dekat dengan Roto. Sebagai teman yang baik (dari Roto dan Riva) dia langsung
mengkonfirmasikannya. Riva sudah memiliki lima orang anggota (Rinri, Linita,
Mima, Delia, Sani). Mereka semua tidak begitu me nyukai Roto. Mereka menamakan
dirinya Six Angel (SA). Sementara Roto
memiliki Fi del, Fandi, Melgwin dan Nero juga Lola. Hubungan Lola dengan selu ruh
anggota SA cukup baik. Jadi, tak sulit baginya untuk meyakinkan mereka. Proses ini
cukup sulit, karena para pendukungnya menyerahkan sepenuhnya keputusan ke ta ngan
Roto dan Riva. Mereka hanya berperan sebagai pendukung dan pemberi sema ngat
saja. Merasa berhutang budi Roto mencoba membantu Lola. Tapi sayang disayang...
***
Kali ini Lola sekelas dengan Riva, Roto and the genk, dan Sovi.
Lola asyik ngo brol dengan Tiar, Yana dan yang lainnya.
“La, tau nggak kemarenkan? Aku cerita kalo Fandi bilang
lagi suka ama cewek. Truz dia ngasih tahu ciri-cirinya. Dia bilang cewek berambut
hitam, lurus dan pan jang, kulit putih, tinggi sekupingnya.”, kisah Tiar.
“Hm...hm... Siapa? Biar aku tebak! Mione?”, Lola terkejut.
Mione adalah seorang gadis top score
di sekolah itu.
“Bukan! Tapi Lola!”, sambung Tiar.
“Ih! Nggak mungkin! Serius?!”, Lola lebih terkejut lagi.
“Iya! Dengan ciri-ciri itu kami menyebutkan beberapa nama.
Saat kami menye butkan ‘Lola!’, dia langsung mengiyakan.”, sambung Tiar lagi. Lola
syok. Ini benar-benar nggak bisa di percaya! Lola tidak menyangka sama sekali,
cowok sehebat Fandi bisa menyukainya. Fandi seorang pemuda yang tampan, tinggi,
putih diikuti kecerda san yang cukup lumayan pula. Dia menceritakan ke semua
temannya. Mereka sama terkejutnya.
Roto’s genk dan Revin berkumpul. “Gimana Vin? Nggak apa?”,
tanya Fandi.
“Ya udah!”, jawab Revin.
“Serius? Nanti nyesel?”, Fandi meyakinkan.
“Kita liat aja nanti. Kita khan udah sama-sama tahu dia
suka sama siapa?”, Revin meyakinkan.
***
“La, kamu khan udah tahu?”, Fandi membuka suasana
“Ya. Truz?”, Lola menyahuti.
“Mmm.... apa kamu mau sama aku?”, akhirnya Fandi
mengatakannya.
Lola sempat terdiam. Di situ hadir Roto and the genk, SA,
sahabatnya Sovi, Bita dan Yana, Revin juga, dan masih banyak lagi. “Mmm...Ya!”,
Lola melirik Revin.
“Hah! Bener! Makasih ya? (mencium tangan Lola)”, Fandi
kegirangann. Roto’s genk, SA, sahabat Lola lainnya yang tahu kalau Lola suka
dengan Revin terkejut mendengarnya.
***
“Fan?”, panggil Lola.
“Ya!”, sahut Fandi.
“Ini gimana sih? Aku nggak ngerti.”, tanya Lola menunjukkan
soal fisika.
“Mana? Ini? Ah udahlah buat-buatin aja situ! (sedikit
menyenggak)”, Fandi malas.
“Oh gitu yach? Makasih!”, Lola tak semangat. Tak jarang
Fandi bersikap seperti itu dan setiap kali, Lola curhat ke Riva, Roto, dan Revin.
Mereka juga sudah mencoba berbicara dengan Fandi. Masalahpun selesai.
***
“Gimana Fandi, La?”, tanya Revin.
“Ya..., gitu deh! Udah selesai kok.”, Lola tak begitu
bersemangat.
“Bagus deh. (mengecup kening Lola)”, Revin mencoba
menengankan. Lola tersenyum girang.
“Woi, Revin! Ngapain ko, hah!”, teriak Fandi yang kebetulan
lewat. Revin hanya diam tidak tahu mau ngomong apa.
“Hei Fandi, wajar-wajar aja lagi! Dia khan sobat aku.
Berarti sobatmu juga. Kok curiga ama temen sendiri sich?”, Lola balik marah.
“Bukan gitu, La! Biar kamu tahu aja ya, kalo...”, Fandi semakin
panas.
“Eh, eh...apa ini ribut-ribut. Udah-udah semuanya bubar!”,
potong Roto.
“Ayo La!”, ajak Riva.
“Fandi, Revin sini! Ikut aku! Masalah ini, n’tar aja di-clear-kan. Sekarang suasananya masih
panas. N’tar pulang sekolah kita semua jangan langsung pulang. Aku harap masalah
ini selesai hari ini!”, perintah Roto.
***
Revin, Roto dan anak cowok lainnya pada kumpul. “Sorri ya
Fan, memang aku yang salah. Habis aku nggak tahan kasihan aja liat dia.
Maksudku hanya mau mem bantu kok. Nggak ada maksud yang lain-lain. Aku ngerti
reaksimu tadi. Aku juga kalo jadi kamu mungkin juga akan seperti itu.”, jelas
Revin.
“Tapi, aku mohon jangan ka mu ulangi. Ingat, sekarang aku
cowoknya! Jangan salahkan aku kalau nanti nggak bi sa nahan!”, Fandi menerima
penjelsannya.
“Iya deh. Tapi..., jangan suruh aku menja uhinya.”, sambung
Revin.
“Hah...!” Fandi emosi. Roto
menahan Fandi.
“Tapi tolong lihat aku sebagai temanmu. Hargai aku sebagai
co-wok-nya Lola.”, Fandi mencoba menahan emosi.
“Eh..., OK friend! Thank’s berat yah.” Merekapun bersalaman
lalu berpelukan.
“Udah yach? Cukup sam pai di sini!”, tutup Roto.
***
“La, Valentine ini...?”, Tanya Riva.
“Kayaknya belum. Kenapa?”, balas Lola.
“Six Angel mo ngadain acara kecil-kecilan gitu deh.
Pokoknya siapa aja bisa ikut. Asal... murah kok cuma Rp 5000-, aja.”, jelas
Riva.
“Ok deh!”, Lola setuju.
“Eh, itu Fandi! Fan!”, sambung Lola. Rivapun pamit.
“E...”, Fandi dan Lola bersamaan.
“Kamu duluan deh.”, Fandi mengalah. Lola memberitahukan
rencana Six Angel. “Em..., (agak lama) ya udah deh.”, Fandi setuju.
“Kenapa, aku salah ya? Kamu nggak pengen?”, Lola ragu.
“Nggak, nggak! Kamu nggak salah. Aku pengen kok! Berapa
tadi, Rp5000-, yach?”, Fandi meyakinkan.
“Eh, Fan...!”, Lola berkata.
“Udah dulu yach? Aku ada urusan ini nich! Dah...!”, potong
Fandi.
“Tadi khan dia juga mo ngomong? Ta pi kok nggak jadi?
Em...”, Lola bergumam sendiri.
***
Acara ini banyak dimanfaatkan oleh orang-orang yang sedang
pdkt. Peserta ti dak begitu banyak. Mereka mengadakannya di rumah Arna. Mereka
memanfaatkan ha laman belakang rumahnya yang lumayan luas. Mereka menyediakan
semuanya sendi ri. Semua peserta ikut mempersiapkan party. Mereka sepakat
berada di rumah Arna da ri pagi (jam 08:00).
“Eh, Revin! Kamu juga ikutan?”, Lola kegirangan.
“Iya donk! Siapa aja bisa ikut khan?”, Revin santai.
“Nggak, aku heran aja. Tapi, bagus, deh!”, jelas Lola. Mereka
menamakan acaranya dengan ‘Valentine lunch’.
“Ya, sekarang kita masak mie!”, ajak Riva. Lola, Sani dan
beberapa anak cewek lainnya ikut membantu.
“Aduh! Gimana nih, cabeku habis?”, keluh Arna. Riva lalu
memanggil beberapa anak cowok.
“Kalian pergi dulu, ke kede beli cabe ½ Kg! Cepat yach?!”,
perintah Riva.
“Aduh, kami mana ngerti yang gituan. Kalian nggak bisa?”,
keluh Fidel.
“Oh! Nah lah, kalian yang masak yach?!”, Riva kesal.
“Ya, udahlah, udahlah! Mana?”, mereka (anak-anak cowok)
mengalah. Tak, lama. “Nah!”, Fidel menyerahkan cabenya.
“Aduh...! Gimananya kalian? Masa cabe rawit? N’tar mie kita
jadi super pedas!”, keluh Riva.
“Khan, tadi udah ku bilang kami mana ngerti!”, Fidel
tertawa. Dasar, Fidel sengaja membawa cabe rawit.
“Coba, gimana rupanya tadi kalian bilang?”, Riva mencoba
bersabar.
“Oh, gini. Kami bilang, ‘Kak, beli cabenya?’ ‘Cabe apa?’,
tanyanya. ‘Pokoknya cabelah kak!’, jawab ku. Dia nunjuk cabe rawit. Aku khan
nggak ngerti, ya ku iya khan aja. ‘Berapa?’, katanya. Kami bilang, ‘setengah
kilo’”, jelas Fidel. Sementara Riva dan Fidel beredebat, Arna langsung pergi
membeli cabe merah.
“Ayo-ayo makan! Tapi jangan banyak-banyak yach? Masih ada
puding lho?”, a jak Delia. Mereka duduk membentuk lingkaran. Riva mulai
membagi. Piring yang te lah diisipun diputar/ oper. Di sebelah Riva duduk Nero,
mereka dipisahkan mangkuk berisi mie yang akan dibagikan Riva. Piring yang
dioper sampai ke tangan Nero. Da sar, si Nero usil! Dia mengembalikan mie ke
dalam piring ke mangkuk itu. Semua ter tawa melihatnya. Riva sedikit kesal.
Nero menghentikan aksinya.
“Aduh! Break dulu donk? Aku kekenyangan nich! N’tar aja
lagi photo-photonya.”, keluh Melgwin.
“Em ....”, sambung semua personil cowok.
“Eh, kita photo bareng-bareng dulu!”, usul Mima.
“Boleh-boleh!”, mereka bersahutan.
Dalam photo itu Lola dan Revin langsung mengambil posisi di
tengah pada bari san depan. Mereka tidak sadar mereka diapit oleh orang-orang
sekitarnya. Lalu, dilan jutkan dengan para pasangan baik yang baru jadi hari
itu atau yang belum. Lola terli hat kaku berphoto dengan Fandi. Sangat berbeda
ketika photo bersama. Mereka semu a sangat menikmati acaranya.
***
“La, ada bawa komik?”, Tanya Fandi.
“Em... Oh, bawa, bawa. Tapi, macam ng gak tahu cewek aja?”,
jawab Lola.
“Nggak papa. Coba liat?”, Fandi lagi. “Nah!... Eh, Bu Clara!”,
kata Lola.
Bu Clara adalah guru fisika. Mereka sedang mengikuti les tambahan,
program sekolah untuk persiapan menghadapai Ujian Akhir. Ibu Clara sudah asyik
menerangkan, Lola mulai bosan. Dia melirik ke sekelilingnya.
“Eh, Fan di! Tutup! N’tar ketangkap!”, perintah Lola. Fandi
menurut. Lola kembali konsentrasi.
“Apa itu?”, tegur Bu Clara.
“Fandi, sini-sini?!” perintah Bu Clara. Fandi tidak ada pilih.
Dia terpaksa menurut. Semua perhatian tertuju padanya.
“Hah! Fandi....uhu...”, Lola pelan. Sepulang dari les,
Fandi menjumpai Bu Clara. Sementara itu Lola menunggunya ditemani Bita.
“Kenapa sih, kamu membandel? Mana?”, Lola masih kesal.
“So ri... Bu Clara bilang kamu yang minta.”, Fandi lemas.
“Tunggu aku di sini!”, perintah Lola. Semua sudah pada
pulang. Hanya mereka bertiga siswa yang masih disekolah.
“Kamu gimana sih? Kata Bu Clara, kamu.”, Lola kesal. Sekali
lagi fandi pergi.
“Kata nya n’tar aja tunggu kita tamat.”, Fandi mengabari.
“Em...m...m...”, Lola makin kesal. Mereka hanya terdiam
menunduk sambil berjalan berdua ditemani Tiar.
***
“Fan, ntar lagi kita tamat, rencana ngelanjut ke mana?
Dilihat dari prestasimu, pasti... Ku dengar kamu rencana nyambung ke SMU plus, bener?”,
Lola yang baru datang menghampiri Fandi.
“Mmm...Iya?”, Jawab Fandi.
“Wah bagus itu aku dukung kok! Fandi nggak usah takut! Kalo
aku sih Fandi khan tahu prestasiku nggak seberapa. So pasti aku di Medan ini
aja.”, Lola semangat.
“Iya. Kalo bisa aku lanjut ke SMU di Balige. Mmm...agak
berat sih. Tapi...gimana kalo kita putus?”, Fandi memutuskan.
“Lho kok?”, Lola terkejut.
“Jujur bagiku ini nggak gampang. Tapi, kalau dilihat-lihat
hubungan kita yang belum ada setahun ini selalu saja bermasalah. Bisa dibilang
lamanya kita berbaikan termasuk dalam hitungan hari. Masih berdekatan aja, apa
lagi...? Tapi, aku mohon kita masih bisa tetap berteman. Walaupun aku tahu Lola
banyak nggak nyamannya sama aku.”, Fandi menjelaskan.
“Oh...Ya udah! Kalo itu memang keputusanmu. Tapi, kalau
dipikir-pikir omonganmu ada benarnya juga. Di sini aku juga salah. Sekarang aku
mau jujur ke Fandi soal...”, Lola menyampaikan sesuatu.
“Cukup! Kalo Revin, aku udah tahu.”, potong Fandi. “Eh,
tapi aku khan belum ada ngomong ke siapapun.”, Lola terkejut.
“Aku tahu. Perlu Lola tahu, aku, orang Roto, dan orang Riva
udah curiga.”, Fandi memberitahukan.
“Aduh, aku jadi malu. Maafin aku yach?”, Lola terkejut
lagi.
“Kalau ngomong siapa yang salah, di sini kita semua salah.
Kami curiganya Lola suka Revin. Tapi masih juga... Oh yach, aku hampir lupa.
Makasih yach, Lola telah bersedia menjadi pacarku?”, sambung Fandi.
“Sama-sama.”, balas Lola.
“Mmm... boleh nggak aku meluk kamu untuk yang pertama dan
yang terakhir kali.”, pinta Fandi.
“Mmm...Boleh-boleh.”, Lola mengizinkan.
“Makasih ya La. Kamu baik banget.”, kata Fandi.
“Nggak segitunyalah?”, balas Lola.
***
“Kami dah putus, Vin. Selanjutnya...”, Fandi ke Revin.
“Lho kok?”, Revin bingung.
“Kamu nggak usah ke-GR-an dulu. Aku begini bukan tanpa
alasan. Aku positif akan melanjut ke Balige.”, Fandi menjelaskan.
“Tapi khan..?”, Revin berkata.
“Realistis dikit donk! Udah deketan gini aja...?
Apalagi...? Kalian memang... Terlihat jelas waktu Valentine kemaren.”, potong
Fandi.
“A, itu beneran aku nggak sengaja. Ku pikir di samping ku
siapa? Setelah melihat hasilnya aku baru nyadar.”, Revin menjelaskan.
“Sudahlah! Sebenarnya kalian itu udah sama-sama saling
suka. Dasar, kalian memang pasangan yang payah! Apa susahnya sich, jujur pada
diri sendiri! Aku nggak rela orang lain menggantikan ku. Kami semua dukung kok!
Ok!”, Fandi meyakinkan.
“Em... Thank’s berat ya friend.”, Revin menghela nafas.
“Nah, gitu donk! Khan enak jujur pada diri sen diri.”,
Fandi lega.
“Eh, ada apa nih rame-rame?”, Lola heran melihat SA dan
Roto’s genk.
Dari ke jauhan terlihat Datta bersama Revin berjalan ke
arah mereka. Melihat Datta bersama Revin yang datang menghampiri, Lola semakin
bertanya-tanya.
“Eh, mo ada pesta perpisahan ya?”, katanya.
“Hey Vin?”, Datta menyenggolnya. Revin tetap diam.
“Oh yach, mana tadi, Riv? Biar ku catat sekarang.”, Lola
meminta teks lagu ke sukaannya ke Riva.
“Udahlah Vin? Khan tadi khan aku udah cerita. Gimana sih,
ayo cepet!”, perintah Fandi.
“A...,”, Revin hendak berkata.
“Udah! Cepet sana?”, Fandi lagi.
Revin pun mendekati Lola yang sedang menulis, menunggunya
selesai. Tak sampai tiga menit, tiba-tiba Lola teriak sambil mengangkat tangan
“Selesai!” Lola terkejut melihat Revin yang sudah stand by di depannya.
“Eh, apaan nich?”, Lola menunduk gugup. Revin menghela
nafas lalu menangkap kedua tangan Lola. Karena terkejut Lola langsung mengangkat
wajahnya.
“Aaa...”, Lola hendak bertanya lagi.
“Lola, bagaimana kalau kita...pa-ca-ran?”, potong Revin.
“Akhirnya...”, sahut mereka bersamaan, pelan sambil
menghela nafas.
“Iii...ya donk!”, Lola dengan suara agak serak karena
menangis kegirangan.
“Udah lama lagi, aku pengen dengar ini dari kamu, bukan...,
op sori”, sambung Lola melirik Fandi. Fandi hanya tersenyum lega.
Oh yach, ada yang tertinggal! Kisah Roto dan Riva tidak begitu
berkembang. Ri va tidak berani untuk berfikir lebih jauh. Baginya untuk saat
ini cukup hanya dengan sahabatan dulu. Orang tuanya melarang keras untuknya
berpacaran.
Oleh: Santyta
Cerita
ini ku dedikasikan untuk semua sahabat-sahabatku di SLTP. Terima kasih untuk
kalian semua yang telah mau menjadi sahabatku. Banyak yang aku dapatkan dari
kalian semua. Sekali lagi TERIMA KASIH.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar