Senin, 12 Agustus 2013

Payah!


Lola seorang siswa SLTP swasta. Hari ini adalah hari pertama tahun keduanya. “La, kita sudah nggak sekelas lagi!”, keluh sahabatnya Riva.
“Iya... sayang sekali! Eh, di kelasku kita lumayan banyak lho! Gimana kalian?”, Lola menyahuti.
“Enak, donk! Tau nggak? Walaupun kami anak lama, tapi malah kami yang seperti buangan! Aku nggak mau! Aku mau kita sekelas?”, lanjut Riva.
“Aduh gimana yach...? aku ju ga! Tapi...”, Lola lagi.
Awalnya mantan 1-A masih berkumpul. Lama-kelamaan mere ka mulai berbaur. Walaupun begitu, mereka mantan 1-A masih kompak. Lola seorang anak yang cukup bandal. Tak jarang dia menjadi biang keributan di kelasnya. Padahal sebangkunya cewek pendiam bernama Yana. Anak cowok di kelasnya juga suka menggodanya, sampai akhirnya mereka kejar-kejaran.
Lola gemas melihat Dean. Berkali-kali Dean menggodanya. Dia melihat celah balas dendam. Dean disuruh guru membagi kertas ujian. Lola memasang kuda-kuda menanti kedatangannya. Begitu Dean lewat, seketika itu juga dia melepaskan pukulan penuh kekuatan ke perutnya tanpa ragu. Setelah merasa puas Lola melihat wajahnya.
Lola terkejut, “Maaf, maaf? Ku kirain Dean.”, pintanya. Ternyata, dia Revin! Dia man tan 1-B. Lola mengenal salah seorang fansnya. Dia malu sekali.
“Aduh! Eh, aku nggak apa kok.”, Revin menahan rasa sakit, lalu pergi.
Lola merasa dirinya be lum dimaafkan. Lola terus mengamat-amati Revin. Tanpa sadar Lola mulai menyukai Revin. Tampaknya Revin juga. Karena kejadian itu mereka mulai akrab. Revin mendapat pengakuan dari beberapa penggemar Lola. Ketika baru masuk SLTP saat pulang sekolah Lola pernah dijegat segerombolan anak cowok yang mencoba menggodanya. Lola hanya cuek, untung mereka tidak begitu ngotot. Melihat Lola yang cukup terkenal membuat Revin ciut...
***
Wah-wah, di sekolah heboh dengan gosip ‘Roto suka sama Riva’! Lola tidak bi sa tinggal diam. Apalagi dia belum lama ini dekat dengan Roto. Sebagai teman yang baik (dari Roto dan Riva) dia langsung mengkonfirmasikannya. Riva sudah memiliki lima orang anggota (Rinri, Linita, Mima, Delia, Sani). Mereka semua tidak begitu me nyukai Roto. Mereka menamakan dirinya Six Angel (SA). Sementara Roto memiliki Fi del, Fandi, Melgwin dan Nero juga Lola. Hubungan Lola dengan selu ruh anggota SA cukup baik. Jadi, tak sulit baginya untuk meyakinkan mereka. Proses ini cukup sulit, karena para pendukungnya menyerahkan sepenuhnya keputusan ke ta ngan Roto dan Riva. Mereka hanya berperan sebagai pendukung dan pemberi sema ngat saja. Merasa berhutang budi Roto mencoba membantu Lola. Tapi sayang disayang...
***
Kali ini Lola sekelas dengan Riva, Roto and the genk, dan Sovi. Lola asyik ngo brol dengan Tiar, Yana dan yang lainnya.
“La, tau nggak kemarenkan? Aku cerita kalo Fandi bilang lagi suka ama cewek. Truz dia ngasih tahu ciri-cirinya. Dia bilang cewek berambut hitam, lurus dan pan jang, kulit putih, tinggi sekupingnya.”, kisah Tiar.
“Hm...hm... Siapa? Biar aku tebak! Mione?”, Lola terkejut. Mione adalah seorang gadis top score di sekolah itu.
“Bukan! Tapi Lola!”, sambung Tiar.
“Ih! Nggak mungkin! Serius?!”, Lola lebih terkejut lagi.
“Iya! Dengan ciri-ciri itu kami menyebutkan beberapa nama. Saat kami menye butkan ‘Lola!’, dia langsung mengiyakan.”, sambung Tiar lagi. Lola syok. Ini benar-benar nggak bisa di percaya! Lola tidak menyangka sama sekali, cowok sehebat Fandi bisa menyukainya. Fandi seorang pemuda yang tampan, tinggi, putih diikuti kecerda san yang cukup lumayan pula. Dia menceritakan ke semua temannya. Mereka sama terkejutnya.
Roto’s genk dan Revin berkumpul. “Gimana Vin? Nggak apa?”, tanya Fandi.
“Ya udah!”, jawab Revin.
“Serius? Nanti nyesel?”, Fandi meyakinkan.
“Kita liat aja nanti. Kita khan udah sama-sama tahu dia suka sama siapa?”, Revin meyakinkan.
***
“La, kamu khan udah tahu?”, Fandi membuka suasana
“Ya. Truz?”, Lola menyahuti.
“Mmm.... apa kamu mau sama aku?”, akhirnya Fandi mengatakannya.
Lola sempat terdiam. Di situ hadir Roto and the genk, SA, sahabatnya Sovi, Bita dan Yana, Revin juga, dan masih banyak lagi. “Mmm...Ya!”, Lola melirik Revin.
“Hah! Bener! Makasih ya? (mencium tangan Lola)”, Fandi kegirangann. Roto’s genk, SA, sahabat Lola lainnya yang tahu kalau Lola suka dengan Revin terkejut mendengarnya.
***
“Fan?”, panggil Lola.
“Ya!”, sahut Fandi.
“Ini gimana sih? Aku nggak ngerti.”, tanya Lola menunjukkan soal fisika.
“Mana? Ini? Ah udahlah buat-buatin aja situ! (sedikit menyenggak)”, Fandi malas.
“Oh gitu yach? Makasih!”, Lola tak semangat. Tak jarang Fandi bersikap seperti itu dan setiap kali, Lola curhat ke Riva, Roto, dan Revin. Mereka juga sudah mencoba berbicara dengan Fandi. Masalahpun selesai.
***
“Gimana Fandi, La?”, tanya Revin.
“Ya..., gitu deh! Udah selesai kok.”, Lola tak begitu bersemangat.
“Bagus deh. (mengecup kening Lola)”, Revin mencoba menengankan. Lola tersenyum girang.
“Woi, Revin! Ngapain ko, hah!”, teriak Fandi yang kebetulan lewat. Revin hanya diam tidak tahu mau ngomong apa.
“Hei Fandi, wajar-wajar aja lagi! Dia khan sobat aku. Berarti sobatmu juga. Kok curiga ama temen sendiri sich?”, Lola balik marah.
“Bukan gitu, La! Biar kamu tahu aja ya, kalo...”, Fandi semakin panas.
“Eh, eh...apa ini ribut-ribut. Udah-udah semuanya bubar!”, potong Roto.
“Ayo La!”, ajak Riva.
“Fandi, Revin sini! Ikut aku! Masalah ini, n’tar aja di-clear-kan. Sekarang suasananya masih panas. N’tar pulang sekolah kita semua jangan langsung pulang. Aku harap masalah ini selesai hari ini!”, perintah Roto.
***
Revin, Roto dan anak cowok lainnya pada kumpul. “Sorri ya Fan, memang aku yang salah. Habis aku nggak tahan kasihan aja liat dia. Maksudku hanya mau mem bantu kok. Nggak ada maksud yang lain-lain. Aku ngerti reaksimu tadi. Aku juga kalo jadi kamu mungkin juga akan seperti itu.”, jelas Revin.
“Tapi, aku mohon jangan ka mu ulangi. Ingat, sekarang aku cowoknya! Jangan salahkan aku kalau nanti nggak bi sa nahan!”, Fandi menerima penjelsannya.
“Iya deh. Tapi..., jangan suruh aku menja uhinya.”, sambung Revin.
“Hah...!” Fandi emosi. Roto  menahan Fandi.
“Tapi tolong lihat aku sebagai temanmu. Hargai aku sebagai co-wok-nya Lola.”, Fandi mencoba menahan emosi.
“Eh..., OK friend! Thank’s berat yah.” Merekapun bersalaman lalu berpelukan.
“Udah yach? Cukup sam pai di sini!”, tutup Roto.
***
“La, Valentine ini...?”, Tanya Riva.
“Kayaknya belum. Kenapa?”, balas Lola.
“Six Angel mo ngadain acara kecil-kecilan gitu deh. Pokoknya siapa aja bisa ikut. Asal... murah kok cuma Rp 5000-, aja.”, jelas Riva.
“Ok deh!”, Lola setuju.
“Eh, itu Fandi! Fan!”, sambung Lola. Rivapun pamit.
“E...”, Fandi dan Lola bersamaan.
“Kamu duluan deh.”, Fandi mengalah. Lola memberitahukan rencana Six Angel. “Em..., (agak lama) ya udah deh.”, Fandi setuju.
“Kenapa, aku salah ya? Kamu nggak pengen?”, Lola ragu.
“Nggak, nggak! Kamu nggak salah. Aku pengen kok! Berapa tadi, Rp5000-, yach?”, Fandi meyakinkan.
“Eh, Fan...!”, Lola berkata.
“Udah dulu yach? Aku ada urusan ini nich! Dah...!”, potong Fandi.
“Tadi khan dia juga mo ngomong? Ta pi kok nggak jadi? Em...”, Lola bergumam sendiri.
***
Acara ini banyak dimanfaatkan oleh orang-orang yang sedang pdkt. Peserta ti dak begitu banyak. Mereka mengadakannya di rumah Arna. Mereka memanfaatkan ha laman belakang rumahnya yang lumayan luas. Mereka menyediakan semuanya sendi ri. Semua peserta ikut mempersiapkan party. Mereka sepakat berada di rumah Arna da ri pagi (jam 08:00).
“Eh, Revin! Kamu juga ikutan?”, Lola kegirangan.
“Iya donk! Siapa aja bisa ikut khan?”, Revin santai.
“Nggak, aku heran aja. Tapi, bagus, deh!”, jelas Lola. Mereka menamakan acaranya dengan ‘Valentine lunch’.
“Ya, sekarang kita masak mie!”, ajak Riva. Lola, Sani dan beberapa anak cewek lainnya ikut membantu.
“Aduh! Gimana nih, cabeku habis?”, keluh Arna. Riva lalu memanggil beberapa anak cowok.
“Kalian pergi dulu, ke kede beli cabe ½ Kg! Cepat yach?!”, perintah Riva.
“Aduh, kami mana ngerti yang gituan. Kalian nggak bisa?”, keluh Fidel.
“Oh! Nah lah, kalian yang masak yach?!”, Riva kesal.
“Ya, udahlah, udahlah! Mana?”, mereka (anak-anak cowok) mengalah. Tak, lama. “Nah!”, Fidel menyerahkan cabenya.
“Aduh...! Gimananya kalian? Masa cabe rawit? N’tar mie kita jadi super pedas!”, keluh Riva.
“Khan, tadi udah ku bilang kami mana ngerti!”, Fidel tertawa. Dasar, Fidel sengaja membawa cabe rawit.
“Coba, gimana rupanya tadi kalian bilang?”, Riva mencoba bersabar.
“Oh, gini. Kami bilang, ‘Kak, beli cabenya?’ ‘Cabe apa?’, tanyanya. ‘Pokoknya cabelah kak!’, jawab ku. Dia nunjuk cabe rawit. Aku khan nggak ngerti, ya ku iya khan aja. ‘Berapa?’, katanya. Kami bilang, ‘setengah kilo’”, jelas Fidel. Sementara Riva dan Fidel beredebat, Arna langsung pergi membeli cabe merah.

“Ayo-ayo makan! Tapi jangan banyak-banyak yach? Masih ada puding lho?”, a jak Delia. Mereka duduk membentuk lingkaran. Riva mulai membagi. Piring yang te lah diisipun diputar/ oper. Di sebelah Riva duduk Nero, mereka dipisahkan mangkuk berisi mie yang akan dibagikan Riva. Piring yang dioper sampai ke tangan Nero. Da sar, si Nero usil! Dia mengembalikan mie ke dalam piring ke mangkuk itu. Semua ter tawa melihatnya. Riva sedikit kesal. Nero menghentikan aksinya.
“Aduh! Break dulu donk? Aku kekenyangan nich! N’tar aja lagi photo-photonya.”, keluh Melgwin.
“Em ....”, sambung semua personil cowok.
“Eh, kita photo bareng-bareng dulu!”, usul Mima.
“Boleh-boleh!”, mereka bersahutan.
Dalam photo itu Lola dan Revin langsung mengambil posisi di tengah pada bari san depan. Mereka tidak sadar mereka diapit oleh orang-orang sekitarnya. Lalu, dilan jutkan dengan para pasangan baik yang baru jadi hari itu atau yang belum. Lola terli hat kaku berphoto dengan Fandi. Sangat berbeda ketika photo bersama. Mereka semu a sangat menikmati acaranya.
***
“La, ada bawa komik?”, Tanya Fandi.
“Em... Oh, bawa, bawa. Tapi, macam ng gak tahu cewek aja?”, jawab Lola.
“Nggak papa. Coba liat?”, Fandi lagi. “Nah!... Eh, Bu Clara!”, kata Lola.
Bu Clara adalah guru fisika. Mereka sedang mengikuti les tambahan, program sekolah untuk persiapan menghadapai Ujian Akhir. Ibu Clara sudah asyik menerangkan, Lola mulai bosan. Dia melirik ke sekelilingnya.
“Eh, Fan di! Tutup! N’tar ketangkap!”, perintah Lola. Fandi menurut. Lola kembali konsentrasi.
“Apa itu?”, tegur Bu Clara.
“Fandi, sini-sini?!” perintah Bu Clara. Fandi tidak ada pilih. Dia terpaksa menurut. Semua perhatian tertuju padanya.

“Hah! Fandi....uhu...”, Lola pelan. Sepulang dari les, Fandi menjumpai Bu Clara. Sementara itu Lola menunggunya ditemani Bita.
“Kenapa sih, kamu membandel? Mana?”, Lola masih kesal.
“So ri... Bu Clara bilang kamu yang minta.”, Fandi lemas.
“Tunggu aku di sini!”, perintah Lola. Semua sudah pada pulang. Hanya mereka bertiga siswa yang masih disekolah.
“Kamu gimana sih? Kata Bu Clara, kamu.”, Lola kesal. Sekali lagi fandi pergi.
“Kata nya n’tar aja tunggu kita tamat.”, Fandi mengabari.
“Em...m...m...”, Lola makin kesal. Mereka hanya terdiam menunduk sambil berjalan berdua ditemani Tiar.
***
“Fan, ntar lagi kita tamat, rencana ngelanjut ke mana? Dilihat dari prestasimu, pasti... Ku dengar kamu rencana nyambung ke SMU plus, bener?”, Lola yang baru datang menghampiri Fandi.
“Mmm...Iya?”, Jawab Fandi.
“Wah bagus itu aku dukung kok! Fandi nggak usah takut! Kalo aku sih Fandi khan tahu prestasiku nggak seberapa. So pasti aku di Medan ini aja.”, Lola semangat.
“Iya. Kalo bisa aku lanjut ke SMU di Balige. Mmm...agak berat sih. Tapi...gimana kalo kita putus?”, Fandi memutuskan.
“Lho kok?”, Lola terkejut.
“Jujur bagiku ini nggak gampang. Tapi, kalau dilihat-lihat hubungan kita yang belum ada setahun ini selalu saja bermasalah. Bisa dibilang lamanya kita berbaikan termasuk dalam hitungan hari. Masih berdekatan aja, apa lagi...? Tapi, aku mohon kita masih bisa tetap berteman. Walaupun aku tahu Lola banyak nggak nyamannya sama aku.”, Fandi menjelaskan.
“Oh...Ya udah! Kalo itu memang keputusanmu. Tapi, kalau dipikir-pikir omonganmu ada benarnya juga. Di sini aku juga salah. Sekarang aku mau jujur ke Fandi soal...”, Lola menyampaikan sesuatu.
“Cukup! Kalo Revin, aku udah tahu.”, potong Fandi. “Eh, tapi aku khan belum ada ngomong ke siapapun.”, Lola terkejut.
“Aku tahu. Perlu Lola tahu, aku, orang Roto, dan orang Riva udah curiga.”, Fandi memberitahukan.
“Aduh, aku jadi malu. Maafin aku yach?”, Lola terkejut lagi.
“Kalau ngomong siapa yang salah, di sini kita semua salah. Kami curiganya Lola suka Revin. Tapi masih juga... Oh yach, aku hampir lupa. Makasih yach, Lola telah bersedia menjadi pacarku?”, sambung Fandi.
“Sama-sama.”, balas Lola.
“Mmm... boleh nggak aku meluk kamu untuk yang pertama dan yang terakhir kali.”, pinta Fandi.
“Mmm...Boleh-boleh.”, Lola mengizinkan.
“Makasih ya La. Kamu baik banget.”, kata Fandi.
“Nggak segitunyalah?”, balas Lola.
***
“Kami dah putus, Vin. Selanjutnya...”, Fandi ke Revin.
“Lho kok?”, Revin bingung.
“Kamu nggak usah ke-GR-an dulu. Aku begini bukan tanpa alasan. Aku positif akan melanjut ke Balige.”, Fandi menjelaskan.
“Tapi khan..?”, Revin berkata.
“Realistis dikit donk! Udah deketan gini aja...? Apalagi...? Kalian memang... Terlihat jelas waktu Valentine kemaren.”, potong Fandi.
“A, itu beneran aku nggak sengaja. Ku pikir di samping ku siapa? Setelah melihat hasilnya aku baru nyadar.”, Revin menjelaskan.
“Sudahlah! Sebenarnya kalian itu udah sama-sama saling suka. Dasar, kalian memang pasangan yang payah! Apa susahnya sich, jujur pada diri sendiri! Aku nggak rela orang lain menggantikan ku. Kami semua dukung kok! Ok!”, Fandi meyakinkan.
“Em... Thank’s berat ya friend.”, Revin menghela nafas.
“Nah, gitu donk! Khan enak jujur pada diri sen diri.”, Fandi lega.
“Eh, ada apa nih rame-rame?”, Lola heran melihat SA dan Roto’s genk.
Dari ke jauhan terlihat Datta bersama Revin berjalan ke arah mereka. Melihat Datta bersama Revin yang datang menghampiri, Lola semakin bertanya-tanya.
“Eh, mo ada pesta perpisahan ya?”, katanya.
“Hey Vin?”, Datta menyenggolnya. Revin tetap diam.
“Oh yach, mana tadi, Riv? Biar ku catat sekarang.”, Lola meminta teks lagu ke sukaannya ke Riva.
“Udahlah Vin? Khan tadi khan aku udah cerita. Gimana sih, ayo cepet!”, perintah Fandi.
“A...,”, Revin hendak berkata.
“Udah! Cepet sana?”, Fandi lagi.
Revin pun mendekati Lola yang sedang menulis, menunggunya selesai. Tak sampai tiga menit, tiba-tiba Lola teriak sambil mengangkat tangan “Selesai!” Lola terkejut melihat Revin yang sudah stand by di depannya.
“Eh, apaan nich?”, Lola menunduk gugup. Revin menghela nafas lalu menangkap kedua tangan Lola. Karena terkejut Lola langsung mengangkat wajahnya.
“Aaa...”, Lola hendak bertanya lagi.
“Lola, bagaimana kalau kita...pa-ca-ran?”, potong Revin.
“Akhirnya...”, sahut mereka bersamaan, pelan sambil menghela nafas.
“Iii...ya donk!”, Lola dengan suara agak serak karena menangis kegirangan.
“Udah lama lagi, aku pengen dengar ini dari kamu, bukan..., op sori”, sambung Lola melirik Fandi. Fandi hanya tersenyum lega.

Oh yach, ada yang tertinggal! Kisah Roto dan Riva tidak begitu berkembang. Ri va tidak berani untuk berfikir lebih jauh. Baginya untuk saat ini cukup hanya dengan sahabatan dulu. Orang tuanya melarang keras untuknya berpacaran.
Oleh: Santyta

Cerita ini ku dedikasikan untuk semua sahabat-sahabatku di SLTP. Terima kasih untuk kalian semua yang telah mau menjadi sahabatku. Banyak yang aku dapatkan dari kalian semua. Sekali lagi TERIMA KASIH.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar